Jakarta – Penyelenggaraan ibadah haji Indonesia ke depan menghadapi tantangan baru seiring perubahan kebijakan global Arab Saudi hingga 2030. Sistem pelayanan yang semakin terdigitalisasi, termasuk implementasi e-Hajj, memerlukan penyesuaian regulasi nasional dan koordinasi lintas sektor yang lebih kuat.
“Pemerintah Arab Saudi sudah menyusun rencana jangka panjang layanan haji dan umrah hingga 2030. Ini membawa dampak besar pada sistem pelayanan haji global, termasuk Indonesia,” Papar Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Hilman Latief, dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Membedah Permasalahan Ibadah Haji” yang digelar di Gedung Nusantara 1 DPR RI, Selasa (15/7/2025).
Ia menegaskan, dinamika ini harus direspons melalui penguatan regulasi dan sistem penyelenggaraan nasional yang berbasis pada tiga pilar utama: perlindungan, pelayanan, dan pembinaan jemaah.
Salah satu isu yang disoroti adalah penerapan sistem e-Hajj. Transformasi digital ini berdampak luas terhadap mekanisme teknis, tata kelola data, serta pelibatan berbagai pihak, termasuk penyedia layanan di Tanah Air.
“Implementasi e-Hajj membawa perubahan signifikan. Kami sadar ada sejumlah kendala yang harus diselesaikan bersama, termasuk kesiapan pelaku usaha di sektor haji,” jelasnya.
Hilman menambahkan, dalam empat tahun terakhir DPR RI berperan aktif memberikan masukan dalam penyusunan kebijakan yang lebih adaptif terhadap perkembangan layanan haji internasional.
“Kita bersama DPR sudah banyak berdiskusi dan merespons berbagai dinamika, baik di level regulasi maupun pelaksanaan di lapangan, agar penyelenggaraan haji semakin relevan dengan kebutuhan zaman,” tegasnya.
FGD ini turut dihadiri oleh Ketua Fraksi PKS DPR RI Abdul Kharis Almasyhari, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ansory Siregar, Wakil Kepala Badan Pelaksana BP Haji Dahnil Anzar Simanjuntak, serta Anggota BPKH Arief Mufraini.