Yogykarta – Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kementerian Agama RI Hilman Latief didaulat menjadi narasumber pada kegiatan Pra Ijtima Ulama Komisi Fatwa VIII Majelis Ulama Indonesia, Sabtu (9/3/2024).
Acara yang digelar selama dua hari, 9 – 10 Maret dan berlangsung di Yogyakarta mengusung tema “Fikih Hubungan antar Negara, dan Masalah-masalah Haji”.
Pra Ijtima’ Ulama menjadi forum pendalaman permasalahan yang dianggap kompleks dan memerlukan informasi dan pandangan dari berbagai pihak terkait, seperti regulator, praktisi, dan ahli di bidangnya.
Dalam kesempatan tersebut Hilman Latief memaparkan materi ragam masalah haji diantaranya pembiayaan haji dan nilai manfaatnya, serta terkait pembayaran DAM jemaah haji Indonesia.
Menurut Hilman dari forum ini nantinya akan muncul opini serta pembahasan isu strategis terkait fikih haji.
“Kita berharap nantinya akan ada panduan yang lebih lengkap terkait ini semua, mengingat jumlah jemaah haji Indonesia merupakan yang terbesar di dunia. Untuk itu perlu adanya fatwa demi kemudahan-kemudahan bagi jemaah haji Indonesia” kata Hilman, Sabtu (9/3/2024).
Hilman menambahkan musim haji 1445H / 2024M menjadi catatan sejarah sepanjang perjalanan penyelenggaraan ibadah haji Indonesia. Kuota haji Indonesia tahun ini lanjut Hilman sebesar 221.000 jemaah. Indonesia kemudian mendapat tambahan sebesar 20.000 kuota sehingga jumlahnya menjadi 241.000 jemaah yang terbagi ke dalam haji reguler dan jemaah haji khusus.
“Jumlah jemaah haji Indonesia tahun ini terbesar sepanjang sejarah yang akan berangkat ke tanah suci. Kami berharap Pra Ijtima Ulama Komisi Fatwa VIII Majelis Ulama Indonesia ini dapat merumuskan output fikih haji demi kemudahan bagi jemaah di masa mendatang,” ujar Hilman.
“Persoalan haji dari tahun ke tahun itu selalu ada seperti pembiayaan haji dan nilai manfaatnya, serta pembayaran DAM jemaah haji Indonesia. Besar harapan kami kegiatan ini dapat merumuskan dan melahirkan fatwa demi kemudahan bagi jemaah haji Indonesia, ” tandas Hilman.
Terkait DAM jemaah jelas Hilman, Saudi Arabia tidak memberikan kebijakan secara khusus terkait kebijakan pelaksanaan dam/ hadyu/nusuk sebagai bagian ibadah.
Pemerintah Arab Saudi mengatur proses penyembelihan, pengulitan, dan pemotongan hewas dam, dan tidak dibenarkan menyembelih hewan di sembarang tempat, demi menjaga kesehatan jemaah haji dan pencemaran lingkungan.
“Kesimpulannya, kebijakan pelaksanaan pembayaran dam jamaah haji diserahkan kepada negara masing-masing,” ujarnya.
“Kebijakan langsung penyelenggaraan DAM secara kolektif oleh pemerintah semata-mata untuk melindungi jemaah dan perumusan fatwa melaksanakan Dam di dalam negeri adalah untuk kemudahan,” tutup Hilman.